Saya berdiri menghadap reruntuhan. Benda-benda yang menandakan kehidupan, hancur terpanggang panas, berjajar-jajar seluas mata memandang. Puing-puing yang hendak mentahbiskan diri sebagai sebuah ingatan, sebagaimana tertera pada sebuah papan di halaman museum ini: Omahku Memoriku.
Panas matahari serasa memanggang Kota Bandung siang itu. Saya berjalan menjauhi pintu keluar stasiun, mencari tempat yang nyaman untuk menunggu ojek daring. Kini saya berdiri di depan sebuah hotel, beberapa puluh meter dari stasiun....
Kereta Mutiara Timur Malam yang mengangkut saya dari Surabaya perlahan menjauh bersama gemuruh suaranya. Stasiun berangsur sepi setelah kereta berlalu. Hanya beberapa penumpang yang turun di stasiun ini, termasuk saya. Sedikit keriuhan mereka mengisi...
Saya berdiri di antara tebing dan karang yang tegak dihantam ombak tak henti-henti. Sementara angin laut terus berdesir membawa aroma asin dan rasa lengket di kulit. Beberapa kali saya terpeleset di batu-batu karang yang...
Saya terbangun ketika mobil yang saya tumpangi berjalan terseok-seok. Saya menengok ke arah kanan berusaha menembus kegelapan, namun tak terlihat apapun selain gelap. Saya mengalihkan pandangan ke depan. Di depan sana, dalam terang sorot...